Setahun yang lalu aku bergabung dengan lembaga Pers dan Jurnalistik Remaja Islam Masjid Agung Jawa Tengah (Risma JT). Disaat itu pulalah aku menguras otak, menyencangkan urat dan memanaskan hati. Sebab peranku di sana terhentikan karena ketidak aktifan lembaga itu. Seolah tak tahu akan arah berjalan. Namun tetap hidup. Buat apa coba. Hidup yang tak tahu arah, tak punya tujuan dan tidak bermanfaat lebih baik tidak usah hidup.
Akibatnya adrenalin idealismeku muncul. Ku protes sana sini. Namun tetap saja tidak ada perubahan yang berarti. Merasa lelah karena tidak punya partner untuk memulai. Akhirnya dengan segenap pengalaman yang kumiliki, ku beranikan diri untuk memulainya. Mencoba mengaktifkan lembaga yang awalnya mati. Menghidupkannya. Mengaktifkan perannya di Risma JT.
Momen-momen itu, sebuah wujud usaha keras akhirnya nampak juga. Sebuah buletin remaja berhasil diterbitkan. Walau banyak kritikan yang datang. Aku sudah cukup senang dan bangga terhadap interprestasi awal yang muncul. Dengan kritikan dan saran dari kawan-kawan, perlahan buletin itu aku perbaiki.
Mulai dari dicetak sendiri dengan mesin print, kemudian meningkat di cetak oleh percetakan. Walaupun masih dalam satu warna. Lalu atas dukungan dari pihak luar, akhirnya buletin remaja itu berhasil dicetak fullcolor. Sebuah hasil yang sungguh luar biasa bagi organisasi sosial yang tak memiliki cukup banyak materi (fulus).
Namun, setelah berfikir, setelah sekian lama berjalan. Ada sesuatu yang kurang beres. Menagementnya. Organisasi dalam buletin tersebut tidak berjalan sebagaimana mestinya. Kaki tidak dapat berjalan, tangan tidak dapat memegang. Cacat. Ya, kepengurusan dalam buletin itu cacat. Namun cukup sulit untuk mendeskripsikan kecacatan itu. Seolah ada dinding besar yang menghadang di depanku.
Ah, sudahlah. Itu adalah masa lalu. Jadikanlah masa lalu sebagai hiasan hidup. Masa sekarang dan mendatang peganglah, hiasai lebih cantik dari masa lalumu.
Sekarang, dikepengurusan yang baru. Aku dipercaya untuk mengatur lembaga itu. Diamanahi sebagai pemimpin redaksi. Bukan sebuah amanah ringan, namun ini adalah amanah penuh tantangan dan menggembirakan. Penuh tantangan karena aku harus dapat membuktikan kepada semua orang bahwa kita dilembaga itu dapat memberikan manfaat yang besar dan dapat dibanggakan. Menggembirakan karena aku lebih leluasa mengatur dan memanagemantnya.
Dengan temen-temenku yang hebat dan iklas dalam menjalankan roda kelembagaan, aku yakin aku dapat lebih mudah untuk memajukannya. Semangat dari temen-temanlah yang selalu menjadi peganganku. Semuanya sudah real ku rasakan. Sebuah buletin remaja dengan wajah baru berhasil terbih. Namanya SUNAN KALIJAGA sebuah buletin dengan konsep baru dan wajah baru.
Di dalam penerbitan perdana kepengurusan ini. Banyak hikmah yang ku dapatkan. Yang jelas terasa adalah sebuah kekeluargaan yang erat. Rasa memiliki yang tinggi, dan sebuah tanggung jawab yang amanah. Ini semua tidak dapat kutemukan dikepengurusan sebelumnya. Terimakasih temen-temen. Allah melihat kita. Ridha-NYA akan selalu menyertai dan hikmah/manfaat akan kita terima.
Momen-momen itu, sebuah wujud usaha keras akhirnya nampak juga. Sebuah buletin remaja berhasil diterbitkan. Walau banyak kritikan yang datang. Aku sudah cukup senang dan bangga terhadap interprestasi awal yang muncul. Dengan kritikan dan saran dari kawan-kawan, perlahan buletin itu aku perbaiki.
Mulai dari dicetak sendiri dengan mesin print, kemudian meningkat di cetak oleh percetakan. Walaupun masih dalam satu warna. Lalu atas dukungan dari pihak luar, akhirnya buletin remaja itu berhasil dicetak fullcolor. Sebuah hasil yang sungguh luar biasa bagi organisasi sosial yang tak memiliki cukup banyak materi (fulus).
Namun, setelah berfikir, setelah sekian lama berjalan. Ada sesuatu yang kurang beres. Menagementnya. Organisasi dalam buletin tersebut tidak berjalan sebagaimana mestinya. Kaki tidak dapat berjalan, tangan tidak dapat memegang. Cacat. Ya, kepengurusan dalam buletin itu cacat. Namun cukup sulit untuk mendeskripsikan kecacatan itu. Seolah ada dinding besar yang menghadang di depanku.
Ah, sudahlah. Itu adalah masa lalu. Jadikanlah masa lalu sebagai hiasan hidup. Masa sekarang dan mendatang peganglah, hiasai lebih cantik dari masa lalumu.
Sekarang, dikepengurusan yang baru. Aku dipercaya untuk mengatur lembaga itu. Diamanahi sebagai pemimpin redaksi. Bukan sebuah amanah ringan, namun ini adalah amanah penuh tantangan dan menggembirakan. Penuh tantangan karena aku harus dapat membuktikan kepada semua orang bahwa kita dilembaga itu dapat memberikan manfaat yang besar dan dapat dibanggakan. Menggembirakan karena aku lebih leluasa mengatur dan memanagemantnya.
Dengan temen-temenku yang hebat dan iklas dalam menjalankan roda kelembagaan, aku yakin aku dapat lebih mudah untuk memajukannya. Semangat dari temen-temanlah yang selalu menjadi peganganku. Semuanya sudah real ku rasakan. Sebuah buletin remaja dengan wajah baru berhasil terbih. Namanya SUNAN KALIJAGA sebuah buletin dengan konsep baru dan wajah baru.
Di dalam penerbitan perdana kepengurusan ini. Banyak hikmah yang ku dapatkan. Yang jelas terasa adalah sebuah kekeluargaan yang erat. Rasa memiliki yang tinggi, dan sebuah tanggung jawab yang amanah. Ini semua tidak dapat kutemukan dikepengurusan sebelumnya. Terimakasih temen-temen. Allah melihat kita. Ridha-NYA akan selalu menyertai dan hikmah/manfaat akan kita terima.







semangat pak ketua > LPJ gembleng semua anggota,. ben iso ngasih sing terbaik buat risma,,
BalasHapuspak bloleh kritik, itu majalahnya CP pasang iklan bukan nomere njenengan to?
Itu salah ketik. hehe
Hapus