"Setiap orang mukmin dan mukminah akan diuji oleh harta,
kekayaan, dirinya, anaknya dan keluarganya. Dia diuji menurut kadar
pemahaman agamanya. Jika ia kuat dalam agamanya, akan diberikan ujian
yang lebih berat." (Q.S. Ali Imran, 3: 186)
Kandungan isi ayat tersebut secara tersirat menggambarkan cobaan dan
duka yang menyelimuti keluarga Ibu Praptini (33 tahun) dan Bapak
Kaswadi (34 tahun). Pasangan suami istri ini harus menerima kenyataan
bahwa anaknya, Dimas Bekti Pratama (9 tahun) menderita Tumor. Dengan
raut muka yang kusut kedua orang tua Dimas berbagi cerita kepada
rombongan Remaja Islam Masjid Agung Jawa Tengah (RISMA-JT) yang
berkunjung kerumahnya. Minggu (26/1) kemarin.
***
Jatuh dari sepeda bagi seorang anak adalah hal yang biasa. Namun bagi
Dimas, jatuhnya dari sepeda menjadikan asa yang berkepanjangan bagi
dirinya dan keluarganya. Suatu ketika saat Dimas bermain sepeda
bersama kawan-kawannya, Dimas terjatuh. Perutnya terbentur setang
sepeda. Melihat perut Dimas yang lebam, sontak ibunya bergegas
membawanya ke bidan, dan alhamdulillah sembuh. Selang beberapa hari,
perut Dimas kembung dan terlihat buncit. Kondisinya melemah dan
perutnya terus membesar. Lagi-lagi sang ibu harus membawanya berobat.
Kali ini ia membawa Dimas ke dokter spesialis anak. Namun dokter
tersebut menyarankan Dimas agar segera dibawa ke rumah sakit.
Keterbatasan alat di RSUD membuat Dimas harus dirujuk ke rumah sakit
Kariadi Semarang.
Bermacam
pertanyaan mulai bermunculan di benak Praptini, ibunda Dimas. Ia
belum tahu apa yang sebenarnya terjadi pada anak tungggalnya itu.
Dengan pikiran berkecambuk dan wajah yang pucat, Praptini memberikan
kabar kepada suaminya, Kaswadi, yang sedang bekerja. Mendengar kabar
tentang anaknya, Kaswadi lantas meninggalkan pekerjaan dan segera
menyusul ke rumah sakit.
Pasangan
suami istri itu tertunduk lemas kala mendapati keterangan dari
dokter. Dimas didiagnosa menderita tumor di bagian ginjal yang
mengakibatkan perutnya membesar. Rasa kaget, sedih dan tak percaya
berkutat di dalam dada mereka. Mau tak mau mereka harus menerima
kenyataan bahwa anaknya yang baru berumur 9 tahun itu menderita tumor
ganas di dalam perutnya.
Jamkesda
yang hanya bertahan selama 15 belas hari mengharuskan Praptini dan
Kaswadi mengeluarkan biaya pribadi untuk melanjutkan perawatan
anaknya. Namun, karena latar berlakang Kaswadi hanyalah seorang
pekerja bangunan dengan penghasilan paspasan, tepaksa Dimas harus
dibawa pulang dari rumah sakit. Pasangan suami istri yang tinggal di
jalan Kaligawe Susukan RT 02 RW 05 Ungaran Timur ini terpaksa membawa
Dimas pulang karena alasan biaya. Dimas dari hari ke hari semakin
kurus dan perutnya membesar seperti penderita busung lapar (Marasmus
Kwashiorkor). Orang tuanya tak sanggup menanggung biaya Dimas
yang sangat besar. Dokter menyarankan agar Dimas menjalani kemoterapi
dengan 10 suntikan tiap harinya. Dengan perkiraan menelan biaya 15
juta rupiah per bulan.
Karena
terbatasnya biaya, akhirnya Dimas dirawat di rumah sambil orang tuanya
berikhtiar mencari pengobatan alternatif. Dimanapun orang mengatakan
tempat praktik pengobatan alternatif terbaik, mereka akan
mendatanginya. Malangnya, Sudah berulang kali mencoba pengobatan
laternatif, namun hasilnya tetap nihil. Sedikitpun tak ada perubahan
terhadap penyakit Dimas. Bahkan perutnya makin membesar dan mengeras.
Keluarga
berencana membawa Dimas ke rumah sakit lagi. Kaswadi ditemani
tetangganya berupaya mengajukan keringanan di Dinas Kesehatan dengan
cara mengurus langsung surat Jamkesmas ke Jakarta. Alhasil, beberapa
bulan kemudian surat itu didapatkannya. Ia sedikit lega, karena dapat
membawa anaknya kembali ke rumah sakit untuk mendapatkan perawatan.
Setidaknya senyum Dimas dapat kembali mengembang.
Tenyata,
senyuman manis seorang anak yang harusnya kini duduk di bangku kelas
III sekolah dasar ini belum dapat dinikmati Kaswadi dan Praptini.
Anaknya yang bercita-cita menjadi seorang polisi tersebut harus
menerima ribetnya birokrasi pemerintahan. Saat Kaswadi berserta
istrinya membawa Dimas ke rumah sakit dengan modal Jamkesmas, pihak
rumah sakit menolaknya. Dengan alasan, Jamkesmas per januari 2014
akan berganti nama menjadi BPJS (Badan Penyelenggaraan Jaminan
Sosial). Hingga saat ini, Kaswadi dan Praptini tidak tahu harus
menunggu sampai kapan agar anaknya dapat dibawa ke rumah sakit dan
mendapatkan perawatan intensif. Kalau ada pilihan menunda penyakit
Dimas, pasti orang tua Dimas akan memilihnya sampai BPJS itu keluar.
Dimas
sangat merindukan bangku sekolah. Semangat berlajarnya sangatlah
tinggi. Namun, melihat kondisi fisik dengan perut besar bahkan
melebihi ibu hamil serta kaki yang membengkak dan mengeluarkan bau
tak sedap membuatnya minder. Kini Dimas sudah hampir 11 bulan tidak
masuk sekolah. Ia hanya bisa duduk trenyuh dan mengiklaskan nasibnya
di atas kursi dengan tiga buah bantal yang menopang tubuh mungil dan
perut buncitnya.
Disisi
lain, orang tua Dimas sangat kecewa dengan pihak sekolah. Kekecewaan
Kaswadi membuncah tatkala ia ingin meminta surat keterangan yang
menyatakan bahwa Dimas merupakan peserta didik sekolah tersebut. Tak
disangka, ternyata Dimas sudah tidak lagi tercatat sebagai murid di
sekolah itu. Alasannya, Dimas sudah tidak masuk berbulan-bulan.
Dengan kata lain, pihak sekolah secara tidak langsung menyatakan
Dimas dikeluarkan karena sering bolos. Karena amarah, seketika itu
Kaswadi langsung merobek foto copy KK dan raport Dimas.
Orang
tua Dimas sangat berharap anak tunggalnya segera sembuh dan dapat
bersekolah lagi. Sehingga dapat menggapai cita-citanya sebagai
polisi. Ratusan tetes air mata dan ribuan do’a kini tercurahkan
untuk Dimas. Semoga bulir air mata yang jatuh dan aliran do’a yang
mengiringinya menjadi buah manis untuk Dimas dapat tersenyum kembali.
Apakah
kita akan berpangku tangan melihat kondisi orang memilukan disekitar kita?
Apakah kita akan terus melihat ke atas, sehingga yang di bawah
sedikitpun tak kita hiraukan? Hidup hanya sekali dan tidak ada yang
tahu kapan kita akan dipanggil oleh Sang Pencipta. Harta melimpah
tidak akan menyelamatkan kita kelak, namun amal yang sholehlah yang
dapat membawa kita ketempat terindah. Mari ulurkan tangan kita untuk
menolong sesama. Dimas Bekti Pratama, anak kecil yang diberikan ujian
lebih berat dibanding kita, menunggu uluran tangan untuk
mengembalikan senyum terindahnya.
Publish
by : Tim Redaksi Lembaga Pers & Jurnalistik Remaja Islam Masjid
Agung Jawa Tengah (Risma JT)
Bagi
para dermawan yang ingin membantu dapat menghubungi :
Sekretariat
RISMA JT Jln. Gajah Raya, Gayamsari Semarang Telp: (024) 6717130 /
Toufik: 0857-4025-7603 atau
kirim bantuan melalui BNI
Syariah No. rekening : 0328586184 / An :Muhammad Nur Ahadi QQ RISMA
JT









0 comments:
Posting Komentar