Senin, 07 Oktober 2013



Akhir-akhir ini aku dan Riyadi  sering berlama-lama duduk di teras masjid kampus. Alasannya tiada lain adalah untuk melihat wanita-wanita sholehah yang rajin sholat di masjid. Setiap ada wanita yang melangkahkan kaki menuju masjid. Dari jauh mataku dan mata Riyadi tak bisa lepas untuk memandanginya.

Melihat bagimana wanita itu berpakaian, cara jalannya dan arah pandangnya ketika berjalan. Tidak hanya satu wanita yang menjadi fokus pandangan. Tapi setiap wanita yang lewat hampir semuanya mendapat jatah pandangan dari kami.  tentunya harus rela dikomentari oleh Riyadi. Soal wanita Riyadi adalah komentator yang ulung. Bak seorang komentator acara sepak bola di tipi-tipi.

“Slamet... Kamu lihat wanita itu?” Riyadi mengajakku mengarahkan pandangan pada seorang wanita.

“Yang mana...?” tanyaku

“Itu, yang berpakaian orange, berjilbab orange dan bersepatu putih berlarik orange. Disamping gazebo depan fakultas yang sedang berjalan menuju kesini”.

Belum sempat aku mengiyakan, dia terus saja melanjutkan bicaranya.

“Kamu tahu g Met, warna orange itu artinya apa?

 “Emang artinya apa?” tanyaku berpura-pura penasaran

“Wanita yang mengenakan baju orange itu memiliki sifat yang kuat, tahan banting dan selalu berusaha untuk mencapai tujuannya. Meraih cita-citanya Met. Selain itu warna orange juga menunjukkan sebuah kehangatan, antusiasme yang tinggi, persahabatan yang kuat, pencapaian kesuksesan yang mudah dan pikiran yang jernih. Cocok itu untuk kamu Met”

“ha...maksudnya...?

“Pikiranmu kan tidak jernih, kalau kamu sama dia. Lumayan tuh, bisa memperbaiki keturunan. Huahahaha...”. Riyadi tertawa terbahak-bahak, puas meledekku.

Bukan Riyadi namanya kalau tidak meledekku. Sahabat karib yang sejak dulu mendampinginya mencicipi manis pahitnya gula garam kehidupan. Yah, semisal dipisah. Aku manisnya dia pahitnya, aku gulanya dia garamnya. Udah. Kalau itu g boleh dibantah lagi. Hehe

Meski begitu, aku sangat kagum dengan Riyadi. Dia cerdas, humoris dan karismatik. Itulah untungnya berteman denganku. Dia tertular denganku. Tepatnya sih bukan tertular. Tapi mengambil kecerdasanku. (alasan orang bodoh)

“Terus, kalau gaya berjalan seperti itu artinya apa Di? Tanyaku sambil terus melihat gaya berjalan wanita itu yang elok. Langkah kakiknya tegas, namun tetap mempelihatkan  keanggunan seorang wanita. Tapak langkah kakinya lurus sejajar.

“oh...kalau itu juga cocok untuk kamu Met”

“Ha...maksudnya apa lagi?”

“Kamu kan orangnya pesimis, penakut, gampang menyerah dan tidak visioner. Nah, kalau kamu sama dia, lumayan kan bisa memperbaiki keterunan”. Lagi-lagi Riyadi meledekku.

“Rese kamu Di, aku serius nih”

“Oke Met, dengarkan perkataanku. Wanita adalah makhluk terindah yang diciptakan oleh Tuhan. Wanita adalah satu-satunya perhiasan termahal yang ada di dunia. Tanpa wanita hidup seorang laki-laki akan hamba. Tak bermakna dan tak berasa” Riyadi mulai menunjukkan kecerdasannya yang lebai.

“Dan wanita yang gaya berjalannya seperti itu adalah wanita yang memiliki pendirian yang kokoh. Dia memiliki visi jauh kedepan. Dalam proses meraih visinya, wanita itu memiliki keteraturan yang baik dalam memanagement masalah. Sehingga memudahkan dan mempercepat visinya untuk terwujud. Yang paling perlu kamu ketahui Met, wanita seperti itu memiliki sifat keibuan, aura kewanitaannya sangat tinggi. Itu bagus untuk anak-anakmu nanti”.

“Walaupun gayamu lebai, aku suka dengan penjelasanmu Di” gayaku menghargai Riyadi agar puas.

“Trus...kalau pandangan yang menunduk ketika jalan itu artinya apa?

“Oh...itu artinya mencari uang jatuh. Masak gitu aja g faham. Hehe”  Riyadi mulai kumat dengan kegilaannya.

“G ada jawaban yang memuaskan to?” Sautku murung.

“Ya jelas ada”

“Apa...?”

“Wanita yang jalannya menunduk itu cocok untuk jadi pendampingmu. Lumayan kan, bisa memperbaiki keturunan”

“Hemz... dari tadi itu terus. G ada kosa kata lain apa?”

“hehe... Dengarkan dan ingat kata-kata ini Met” jawab Riyadi yang kayaknya mulai serius

“Kelak, jika kamu mencari pendamping hidup. Jangan cari wanita yang ketika berjalan mengangkat dagunya, membusungkan dadanya dan memainkan matanya. Sebab wanita yang seperti itu tidak demokratis. Tidak bisa menjadi partner hidup yang baik. Tidak bisa membimbing anak dengan baik. Dan tidak bisa meninggikan derajatmu. Dia lebih suka berkuasa. Jangan harap pakaianmu dicucikan, adanya kamu yang akan menjadi laundry keluarga.”

Aku menganga mendengar penjelasan Riyadi. Sementara dia terus saja berbicara.

“Pilihlah pendamping hidup yang ketika berjalan menunduk. Seperti wanita itu. Teduh sekalikan jika dipandang. Dia mengangkat dagunya ketika diperlukan saja. Kamu tahu Met kenapa wanita seperti itu cocok dijadikan pendamping hidup? Karena wanita yang seperi itu adalah wanita yang taat pada suaminya. Dia penyayang dan menghargai laki-laki sebagai kepala rumah tangga. Sebagai imamnya. Kelak jika dia memiliki anak, maka dia adalah madrasah pertama bagi anaknya. Anak-anaknya akan terdidik dan berbakti kepada orang tua. Dia pulalah yang membentuk anak-anaknya menjadi anak yang sholeh, yang kelak akan menolong orang tuanya ketika di akhirat. Dia adalah wanita pujaan laki-laki sholeh. Kamu Pahamkan  Met?”

Tak kusangka, Riyadi mampu mendeskripsikan wanita berpakaian serba orange itu dengan detail. Kali ini aku  mengangguk setuju dan tidak berpura-pura lagi.

 “Tapi dia tidak cocok untuk kamu Di” gantian aku meledeknya.

“Ha...ko bisa...?” giliran Riyadi penasaran.

“Karena kamu bukan laki-laki yang sholeh. Sudah iqomat masih saja nongkrong di sini. Sambil matanya jelalatan lagi. Hemz...”.

Aku berdiri dan bergegas berlari kecil ke dalam masjid.  Sementara Riyadi masing terlihat bingung. Lalu dia meneriakiku dengar berdiri dari duduknya.

“Met...Slamet...dia juga g cocok untuk kamu. Kamu juga bukan laki-laki yang sholeh. Dari tadikan kamu yang menemaniku di sini. Huuu....”

Obrolan tak tahu arah itu berakhir dengan sholat berjamaah di masjid.




Tagged:

0 comments:

Posting Komentar