Akhir-akhir ini aku dan Riyadi sering berlama-lama duduk di teras masjid
kampus. Alasannya tiada lain adalah untuk melihat wanita-wanita sholehah yang
rajin sholat di masjid. Setiap ada wanita yang melangkahkan kaki menuju masjid.
Dari jauh mataku dan mata Riyadi tak bisa lepas untuk memandanginya.
Melihat bagimana wanita itu berpakaian, cara
jalannya dan arah pandangnya ketika berjalan. Tidak hanya satu wanita yang
menjadi fokus pandangan. Tapi setiap wanita yang lewat hampir semuanya mendapat
jatah pandangan dari kami. tentunya
harus rela dikomentari oleh Riyadi. Soal wanita Riyadi adalah komentator yang
ulung. Bak seorang komentator acara sepak bola di tipi-tipi.
“Slamet... Kamu lihat wanita itu?” Riyadi
mengajakku mengarahkan pandangan pada seorang wanita.
“Yang mana...?” tanyaku
“Itu,
yang berpakaian orange, berjilbab orange dan bersepatu putih berlarik orange.
Disamping gazebo depan fakultas yang sedang berjalan menuju kesini”.
Belum sempat aku mengiyakan, dia terus saja melanjutkan
bicaranya.
“Kamu tahu g Met, warna orange itu artinya apa?
“Emang artinya apa?” tanyaku berpura-pura
penasaran
“Wanita yang mengenakan baju orange itu
memiliki sifat yang kuat, tahan banting dan selalu berusaha untuk mencapai
tujuannya. Meraih cita-citanya Met. Selain itu warna orange juga menunjukkan
sebuah kehangatan, antusiasme yang tinggi, persahabatan yang kuat, pencapaian
kesuksesan yang mudah dan pikiran yang jernih. Cocok itu untuk kamu Met”
“ha...maksudnya...?
“Pikiranmu kan tidak jernih, kalau kamu sama
dia. Lumayan tuh, bisa memperbaiki keturunan. Huahahaha...”. Riyadi tertawa
terbahak-bahak, puas meledekku.
Bukan Riyadi namanya kalau tidak meledekku.
Sahabat karib yang sejak dulu mendampinginya mencicipi manis pahitnya gula
garam kehidupan. Yah, semisal dipisah. Aku manisnya dia pahitnya, aku gulanya
dia garamnya. Udah. Kalau itu g boleh dibantah lagi. Hehe
Meski begitu, aku sangat kagum dengan Riyadi.
Dia cerdas, humoris dan karismatik. Itulah untungnya berteman denganku. Dia
tertular denganku. Tepatnya sih bukan tertular. Tapi mengambil kecerdasanku.
(alasan orang bodoh)
“Terus, kalau gaya berjalan seperti itu artinya
apa Di? Tanyaku sambil terus melihat gaya berjalan wanita itu yang elok.
Langkah kakiknya tegas, namun tetap mempelihatkan keanggunan seorang wanita. Tapak langkah
kakinya lurus sejajar.
“oh...kalau itu juga cocok untuk kamu Met”
“Ha...maksudnya apa lagi?”
“Kamu kan orangnya pesimis, penakut, gampang
menyerah dan tidak visioner. Nah, kalau kamu sama dia, lumayan kan bisa
memperbaiki keterunan”. Lagi-lagi Riyadi meledekku.
“Rese kamu Di, aku serius nih”
“Oke Met, dengarkan perkataanku. Wanita adalah
makhluk terindah yang diciptakan oleh Tuhan. Wanita adalah satu-satunya
perhiasan termahal yang ada di dunia. Tanpa wanita hidup seorang laki-laki akan
hamba. Tak bermakna dan tak berasa” Riyadi mulai menunjukkan kecerdasannya yang
lebai.
“Dan wanita yang gaya berjalannya seperti itu
adalah wanita yang memiliki pendirian yang kokoh. Dia memiliki visi jauh
kedepan. Dalam proses meraih visinya, wanita itu memiliki keteraturan yang baik
dalam memanagement masalah. Sehingga memudahkan dan mempercepat visinya untuk
terwujud. Yang paling perlu kamu ketahui Met, wanita seperti itu memiliki sifat
keibuan, aura kewanitaannya sangat tinggi. Itu bagus untuk anak-anakmu nanti”.
“Walaupun gayamu lebai, aku suka dengan
penjelasanmu Di” gayaku menghargai Riyadi agar puas.
“Trus...kalau pandangan yang menunduk ketika
jalan itu artinya apa?
“Oh...itu artinya mencari uang jatuh. Masak
gitu aja g faham. Hehe” Riyadi mulai
kumat dengan kegilaannya.
“G ada jawaban yang memuaskan to?” Sautku
murung.
“Ya jelas ada”
“Apa...?”
“Wanita yang jalannya menunduk itu cocok untuk
jadi pendampingmu. Lumayan kan, bisa memperbaiki keturunan”
“Hemz... dari tadi itu terus. G ada kosa kata lain
apa?”
“hehe... Dengarkan dan ingat kata-kata ini Met”
jawab Riyadi yang kayaknya mulai serius
“Kelak, jika kamu mencari pendamping hidup.
Jangan cari wanita yang ketika berjalan mengangkat dagunya, membusungkan
dadanya dan memainkan matanya. Sebab wanita yang seperti itu tidak demokratis.
Tidak bisa menjadi partner hidup yang baik. Tidak bisa membimbing anak dengan
baik. Dan tidak bisa meninggikan derajatmu. Dia lebih suka berkuasa. Jangan
harap pakaianmu dicucikan, adanya kamu yang akan menjadi laundry keluarga.”
Aku menganga mendengar penjelasan Riyadi.
Sementara dia terus saja berbicara.
“Pilihlah pendamping hidup yang ketika berjalan
menunduk. Seperti wanita itu. Teduh sekalikan jika dipandang. Dia mengangkat
dagunya ketika diperlukan saja. Kamu tahu Met kenapa wanita seperti itu cocok
dijadikan pendamping hidup? Karena wanita yang seperi itu adalah wanita yang
taat pada suaminya. Dia penyayang dan menghargai laki-laki sebagai kepala rumah
tangga. Sebagai imamnya. Kelak jika dia memiliki anak, maka dia adalah madrasah
pertama bagi anaknya. Anak-anaknya akan terdidik dan berbakti kepada orang tua.
Dia pulalah yang membentuk anak-anaknya menjadi anak yang sholeh, yang kelak
akan menolong orang tuanya ketika di akhirat. Dia adalah wanita pujaan
laki-laki sholeh. Kamu Pahamkan Met?”
Tak kusangka, Riyadi mampu mendeskripsikan
wanita berpakaian serba orange itu dengan detail. Kali ini aku mengangguk setuju dan tidak berpura-pura
lagi.
“Tapi dia tidak cocok untuk kamu Di” gantian
aku meledeknya.
“Ha...ko bisa...?” giliran Riyadi penasaran.
“Karena kamu bukan laki-laki yang sholeh. Sudah
iqomat masih saja nongkrong di sini. Sambil matanya jelalatan lagi. Hemz...”.
Aku berdiri dan bergegas berlari kecil ke dalam
masjid. Sementara Riyadi masing terlihat
bingung. Lalu dia meneriakiku dengar berdiri dari duduknya.
“Met...Slamet...dia juga g cocok untuk kamu.
Kamu juga bukan laki-laki yang sholeh. Dari tadikan kamu yang menemaniku di
sini. Huuu....”
Obrolan tak tahu arah itu berakhir dengan
sholat berjamaah di masjid.






0 comments:
Posting Komentar