MENU MAKAN PAGI

Nikmatilah setiap apa yang kau makan. Sebab nikmat tidaknya makanan itu tergantung padamu.

MENU MAKAN SIANG

Nikmatilah setiap apa yang kau makan. Sebab nikmat tidaknya makanan itu tergantung padamu.

MENU MAKAN MALAM

Nikmatilah setiap apa yang kau makan. Sebab nikmat tidaknya makanan itu tergantung padamu.

MENU MAKAN TAMBAHAN

Nikmatilah setiap apa yang kau makan. Sebab nikmat tidaknya makanan itu tergantung padamu.

Kamis, 16 Oktober 2014

Terhitung dari tanggal 6 Oktober 2014. Dan hari ini adalah hari ke - 11 sejak aku mengakadkan diri untuk bergabung disebuah Perusahaan Farmasi dari Jakarta. 

Memang, kalau niat sudah menemukan "POSISI" yang pas, maka akan terbuka tabir-tabir keindahan. Jika tahu-tahu kita dibawa ke dalam hutan, dan kita masih buta akan jalan, tentu kita akan tersesat dan berpikiran macam-macam. Namun jika kita sudah menemukan jalan, lantas hafal dan menguasai medan, diletakkan di dalam hutan yang lebatpun tak akan menjadi beban.

Begitu pula dengan sebuah pekerjaan, awal-awal mungkin kita masih linglung. Tapi kalau sudah menguasai pasti kita akan merajai. So, nikmatilah. 

Beberapa hari yang lalu aku mendapatkan kata-kata cantik dari sebuah ebook tentang pekerjaan yang aku "GELUTI" saat ini. Begini bunyinya : 

"KESUKSESAN BUKANLAH KUNCI DARI KEBAHAGIAAN. 
KEBAHAGIAAN ADALAH KUNCI KESUKSESAN. 
JIKA ANDA MENCINTAI APA YANG ANDA KERJAKAN 
ANDA AKAN SUKSES"
( Albert Scweitzer)

Sengaja aku tulis balok dan bold, agar jelas penekanannya. Jangan hanya mengerjakan apa yang kita cintai saja. Tapi cintailah apa saja yang kita kerjakan saat ini, maka kebahagiaan itu akan menjadi nyata.

Kembali ke paragraf 2. Ada kata posisi yang aku kasih tanda petik dan tertulis dengan huruf balok. Pertanyaannya, kenapa niat harus pada posisi yang pas? Karena niat aja belum cukup untuk dapat mencapai yang kita inginkan. Diperlukan juga sebuah tindakan yang riil yang mendorong tercapainya keinginan tersebut. Seringnya, niat kita sudah baik, namun penerapannya tidak baik. Maka berubah buruklah niat itu. Kalau dalam kasusku ini, aku mengalami keolengan dalam niat. Aku berniat, akan tetapi karena diterpa dalam ketidak tahuan banyak hal di tempat kerjaan yang baru, akhirnya olenglah niatku itu. Dan setelah aku sedikit tahu tentang profesi yang aku geluti saat ini. Mulai luruslah niat itu. Sehingga posisi niatnya pas. Contoh, yang dulu selalu merasa terbebani, sekarang menjadi merasa selalu diberi (ilmu). Mau mulai bekerja selalu diiringi dengan hal yang positif. Dalam setiap tantangan pekerjaan selalu mencomot ibroh di dalamnya. - Seolah beban mulai terlepaskan -.

Lanjut ke paragraf 4. Terdapat kata geluti yang aku tulis balok dan bertanda petik dua diatasnya. Artinya sederhana saja. Hidup ini seperti bermain gulat. Jika kita mau menang, kita harus kuat dan dapat menggelutinya. Cukup, itu saja. Tak usah banyak tafsir. Karena sesungguhnya dunia ini tak seruwet apa yang kita tafsirkan.

Dan, Aku adalah seorang Medical Representatif.



Senin, 10 Februari 2014

Pernahkan engkau merasakan betapa beratnya melakukan sesuatu hal? Belajar sesuatu susah, tak paham-paham, tak masuk-masuk dan begitu sulit untuk dijalankan? Itu hal yang biasa. Aku pun tak menampikan hal itu. Sebab, bisa dibilang aku sendiri sering mengalaminya. Ya, kesusahan belajar suatu hal.


Hari ini, senin (10/2) aku jalan-jalan di toko buku Gramedia Semarang. Seperti biasanya, setiap lagi jenuh, galau, patah semangat, stress dan butuh penyulut semangat toko bukulah yang menjadi tempat favoritku. Entah mengapa rasa-saranya tenang banget. Melihat buku berbagai jenis, melihat ilmu berserakan dan bebas untuk digengam.

"cara belajar terbaik adalah dengan melakukannya dan mengajarkannya"

Kalimat yang sudah familier dengan kita itulah yang berhasil mengetuk hati kecilku. Diantara ribuan kalimat yang tersusun rapi dalam sebuah paragraf dan terbungkus dalam sebuah buku, kalimat itu yang akhirnya tak mau pergi dari bayangan keburaman. 

Ingin sekali rasanya menjadi seorang pengusaha yang sukses. Namun, sekalipun aku belum pernah melakukan indikator-indikator menjadi seorang pengusaha, apalagi mengajarkannya. Kita semua pasti tak menyangkal kata itu. Karena kata itu memang benar adanya. Jika ketidak berhasilan menghinggapi kita itu semata karena kita belum benar-benar melakukannya dan belum mau mencobanya dengan mengajarkannya.

Melakukan sesuatu berarti kita belajar sesuatu. Mengajarkan sesuatu berarti kita sedang mendalami sesuatu yang kita pelajari. Maka, agar kenikmatan menyertai setiap apa yang ingin kita pelajari, senangilah melakukannya.






Selasa, 28 Januari 2014


"Setiap orang mukmin dan mukminah akan diuji oleh harta, kekayaan, dirinya, anaknya dan keluarganya. Dia diuji menurut kadar pemahaman agamanya. Jika ia kuat dalam agamanya, akan diberikan ujian yang lebih berat." (Q.S. Ali Imran, 3: 186)

Kandungan isi ayat tersebut secara tersirat menggambarkan cobaan dan duka yang menyelimuti keluarga Ibu Praptini (33 tahun) dan Bapak Kaswadi (34 tahun). Pasangan suami istri ini harus menerima kenyataan bahwa anaknya, Dimas Bekti Pratama (9 tahun) menderita Tumor. Dengan raut muka yang kusut kedua orang tua Dimas berbagi cerita kepada rombongan Remaja Islam Masjid Agung Jawa Tengah (RISMA-JT) yang berkunjung kerumahnya. Minggu (26/1) kemarin.

***

Jatuh dari sepeda bagi seorang anak adalah hal yang biasa. Namun bagi Dimas, jatuhnya dari sepeda menjadikan asa yang berkepanjangan bagi dirinya dan keluarganya. Suatu ketika saat Dimas bermain sepeda bersama kawan-kawannya, Dimas terjatuh. Perutnya terbentur setang sepeda. Melihat perut Dimas yang lebam, sontak ibunya bergegas membawanya ke bidan, dan alhamdulillah sembuh. Selang beberapa hari, perut Dimas kembung dan terlihat buncit. Kondisinya melemah dan perutnya terus membesar. Lagi-lagi sang ibu harus membawanya berobat. Kali ini ia membawa Dimas ke dokter spesialis anak. Namun dokter tersebut menyarankan Dimas agar segera dibawa ke rumah sakit. Keterbatasan alat di RSUD membuat Dimas harus dirujuk ke rumah sakit Kariadi Semarang.
Bermacam pertanyaan mulai bermunculan di benak Praptini, ibunda Dimas. Ia belum tahu apa yang sebenarnya terjadi pada anak tungggalnya itu. Dengan pikiran berkecambuk dan wajah yang pucat, Praptini memberikan kabar kepada suaminya, Kaswadi, yang sedang bekerja. Mendengar kabar tentang anaknya, Kaswadi lantas meninggalkan pekerjaan dan segera menyusul ke rumah sakit.
Pasangan suami istri itu tertunduk lemas kala mendapati keterangan dari dokter. Dimas didiagnosa menderita tumor di bagian ginjal yang mengakibatkan perutnya membesar. Rasa kaget, sedih dan tak percaya berkutat di dalam dada mereka. Mau tak mau mereka harus menerima kenyataan bahwa anaknya yang baru berumur 9 tahun itu menderita tumor ganas di dalam perutnya.
Jamkesda yang hanya bertahan selama 15 belas hari mengharuskan Praptini dan Kaswadi mengeluarkan biaya pribadi untuk melanjutkan perawatan anaknya. Namun, karena latar berlakang Kaswadi hanyalah seorang pekerja bangunan dengan penghasilan paspasan, tepaksa Dimas harus dibawa pulang dari rumah sakit. Pasangan suami istri yang tinggal di jalan Kaligawe Susukan RT 02 RW 05 Ungaran Timur ini terpaksa membawa Dimas pulang karena alasan biaya. Dimas dari hari ke hari semakin kurus dan perutnya membesar seperti penderita busung lapar (Marasmus Kwashiorkor). Orang tuanya tak sanggup menanggung biaya Dimas yang sangat besar. Dokter menyarankan agar Dimas menjalani kemoterapi dengan 10 suntikan tiap harinya. Dengan perkiraan menelan biaya 15 juta rupiah per bulan.
Karena terbatasnya biaya, akhirnya Dimas dirawat di rumah sambil orang tuanya berikhtiar mencari pengobatan alternatif. Dimanapun orang mengatakan tempat praktik pengobatan alternatif terbaik, mereka akan mendatanginya. Malangnya, Sudah berulang kali mencoba pengobatan laternatif, namun hasilnya tetap nihil. Sedikitpun tak ada perubahan terhadap penyakit Dimas. Bahkan perutnya makin membesar dan mengeras.
Keluarga berencana membawa Dimas ke rumah sakit lagi. Kaswadi ditemani tetangganya berupaya mengajukan keringanan di Dinas Kesehatan dengan cara mengurus langsung surat Jamkesmas ke Jakarta. Alhasil, beberapa bulan kemudian surat itu didapatkannya. Ia sedikit lega, karena dapat membawa anaknya kembali ke rumah sakit untuk mendapatkan perawatan. Setidaknya senyum Dimas dapat kembali mengembang.
Tenyata, senyuman manis seorang anak yang harusnya kini duduk di bangku kelas III sekolah dasar ini belum dapat dinikmati Kaswadi dan Praptini. Anaknya yang bercita-cita menjadi seorang polisi tersebut harus menerima ribetnya birokrasi pemerintahan. Saat Kaswadi berserta istrinya membawa Dimas ke rumah sakit dengan modal Jamkesmas, pihak rumah sakit menolaknya. Dengan alasan, Jamkesmas per januari 2014 akan berganti nama menjadi BPJS (Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial). Hingga saat ini, Kaswadi dan Praptini tidak tahu harus menunggu sampai kapan agar anaknya dapat dibawa ke rumah sakit dan mendapatkan perawatan intensif. Kalau ada pilihan menunda penyakit Dimas, pasti orang tua Dimas akan memilihnya sampai BPJS itu keluar.
Dimas sangat merindukan bangku sekolah. Semangat berlajarnya sangatlah tinggi. Namun, melihat kondisi fisik dengan perut besar bahkan melebihi ibu hamil serta kaki yang membengkak dan mengeluarkan bau tak sedap membuatnya minder. Kini Dimas sudah hampir 11 bulan tidak masuk sekolah. Ia hanya bisa duduk trenyuh dan mengiklaskan nasibnya di atas kursi dengan tiga buah bantal yang menopang tubuh mungil dan perut buncitnya.
Disisi lain, orang tua Dimas sangat kecewa dengan pihak sekolah. Kekecewaan Kaswadi membuncah tatkala ia ingin meminta surat keterangan yang menyatakan bahwa Dimas merupakan peserta didik sekolah tersebut. Tak disangka, ternyata Dimas sudah tidak lagi tercatat sebagai murid di sekolah itu. Alasannya, Dimas sudah tidak masuk berbulan-bulan. Dengan kata lain, pihak sekolah secara tidak langsung menyatakan Dimas dikeluarkan karena sering bolos. Karena amarah, seketika itu Kaswadi langsung merobek foto copy KK dan raport Dimas.
Orang tua Dimas sangat berharap anak tunggalnya segera sembuh dan dapat bersekolah lagi. Sehingga dapat menggapai cita-citanya sebagai polisi. Ratusan tetes air mata dan ribuan do’a kini tercurahkan untuk Dimas. Semoga bulir air mata yang jatuh dan aliran do’a yang mengiringinya menjadi buah manis untuk Dimas dapat tersenyum kembali.
Apakah kita akan berpangku tangan melihat kondisi orang memilukan disekitar kita? Apakah kita akan terus melihat ke atas, sehingga yang di bawah sedikitpun tak kita hiraukan? Hidup hanya sekali dan tidak ada yang tahu kapan kita akan dipanggil oleh Sang Pencipta. Harta melimpah tidak akan menyelamatkan kita kelak, namun amal yang sholehlah yang dapat membawa kita ketempat terindah. Mari ulurkan tangan kita untuk menolong sesama. Dimas Bekti Pratama, anak kecil yang diberikan ujian lebih berat dibanding kita, menunggu uluran tangan untuk mengembalikan senyum terindahnya.


Publish by : Tim Redaksi Lembaga Pers & Jurnalistik Remaja Islam Masjid Agung Jawa Tengah (Risma JT)

Bagi para dermawan yang ingin membantu dapat menghubungi :
Sekretariat RISMA JT Jln. Gajah Raya, Gayamsari Semarang Telp: (024) 6717130 / Toufik: 0857-4025-7603 atau kirim bantuan melalui BNI Syariah No. rekening : 0328586184 / An :Muhammad Nur Ahadi QQ RISMA JT








Jumat, 03 Januari 2014

Menuliskan sebuah keluh kesah lebih mudah ketimbang menuliskan sebuah kesenangan. Bagi seorang penulis keduanya adalah sumber inspirasi untuk menemukan bahan tulisan. Bagi pemula keduanya sama saja susah untuk diungkapkan lewat sebuah tulisan.

Baik sedih maupun senang, bagiku itu semua adalah perjalanan hidup yang seharusnya diabadikan. Bisa lewat gambar ataupun tulisan. Tergantung selera. Berbicara mengenai selera, dalam kaitannya hal yang dibicarakan ini, sebetulnya aku lebih ingin mengabadikan perjalanan hidup lewat sebuah tulisan. Karena menurutku menulis adalah pekerjaan yang tak mudah, penuh tantangan dan suka dengan tantangan.

Tahun 2014 ini aku menuliskan resolusi baru, diantaranya adalah program mingguan yaitu menyelesaikan min 1  buah buku. Dan alhamdulillah telah berjalan. Dua buku telah aku persiapkan untuk aku selesaikan. Tentunya tidak hanya habis dibaca saja, melainkan juga haru mencoba memahaminya.

Buku yang pertama adalah buku karangan Salim A. Fillah berjudul "Saksikan Bahwa Aku Muslim" sejauh halaman yang aku baca dari buku itu lumayan membawaku pada ketenangan, terutama di otak. Pemikiran. Sudut pandang. Seperti yang dikatakann oleh penerbit di buku tersebut. Salim menggunakan bahasa yang mencoba keluar dari menggunakan kata baku. Dia memainkan kata sesukanya, seenjoynya, tanpa tuntutan namun tetap mensastra. Dan karena itulah tulisannya terkesan bersahabat dengan para pembaca. Semua pemikiran yang ingin disampaikan kepada pembaca sangat kental terlihat.

Buku kedua adalah buku dengan judul "Perahu Kertas" karangan dari penulis bertalenta Dewi Lestara atau dikenal dengan nama pena Dee. Dalam novel ini aku senang dengan bahasa yang digunakan. Sangat sederhana sekali. Penggambaran tokoknya juga sederhana tapi mendalam. Mudah dicerna oleh semua kalangan. Semoga aku cepat menyelesaikannya dan dapat menuliskan resume kembali di blog ini.

Semangat


Jumat, 13 Desember 2013

Walaupun sempat tersendat karena fokus kegiatan Festival Anak Muharram. Akhirnya buletin Kalijaga edisi dua dengan topik HARI IBU sudah terbit.

Ini gambar layoutnya :




Warnanya ungu. Biar sesuai dengan temanya, yaitu hari Ibu. Awalnya ingin layout dengan warna pink. Tapi setelah jadi warnanya terlalu feminim banget. Akhirnya ungu jadi pilihanku.

Ini gambar hasil cetakannya :



Alhamdulillah, untuk cetakan kali ini hasilnya memuaskan. Degradasi warnanya bagus banget. Meskipun hanya satu warna, buletin ini tetap nyaman untuk dibaca. Kebetulan ini percetakannya ditempat yang berbeda. Percetakan yang dulu susah untuk dihubungi. Walaupun sempat galau karena tak menemukan tempat percetakan. Akhirnya sekali nemu hasilnya sangat memuaskan.

Terimakasih mas Taufik Nugroho yang telah menghubungan dengan percetakan ini.
Terimakasih mas Amin yang sudah mau mengantarkan hasil cetakannya. InsyaAllah akan berlanjut mencetak buletin dengan panjenengan.

Jumat, 06 Desember 2013

Otak ini masih saja belum mau berhenti berfikir tentang makna hidup. Sebenarnya hidup ini maknanya apa? Atau hidup itu akan bermakna ketika?

Saat keegoisan muncul. Memikirkan diri sendiri saja belum tentu mumpuni apalagi harus memikirkan orang lain. Memberdayakan diri sendiri saja belum mampu, bagaimana harus memberdayakan orang lain. Bermanfaat untuk diri sendiri saja belum bisa, bagaimana ingin bermanfaat untuk orang lain.

Seringnya, manusia sekarang yang juga disebut sebagai hewan berOTAK. Menafsirkan kata bermanfaat itu kalau dirinya merasa telah berbuat sesuatu terhadap orang lain. Payahnya sedikitpun tak mau nentolerir apakah yang dilakukannya itu membuat orang lain merasa diberikan manfaat atau tidak. Yang ditahu hanya yang penting melakukan sesuatu kepada orang lain yang dianggapnya bermanfaat. Walaupun orang yang kita lakui sesuatu itu belum tentung merasa diberi manfaat.

Seperti lakuku hari ini. Setelah melakukan sesuatu terhadap orang lain, mengorbankan waktu, tenaga bahkan materiil, lalu aku menganggap diriku telah melakukan suatu hal yang bermanfaat bagi orang lain. Padahal belum tentu orang yang merasa ku bantu itu merasa terbantu atas tindakanku.

Yang mengerti bahwa tindakanku itu bermanfaat bagi orang lain adalah orang yang mendapatkan suatu tindakan dariku dan juga Tuhan Semesta Alam.

Kalau orang yang mendapati suatu tindakan dariku tapi merasa termanfaati berarti tindakanku bermanfaat. Akan tetapi kalau orang yang mendapati tindakanku tadi tidak merasa termanfaati berarti tindakanku tidak bermanfaat.

Kalau Allah adalah Tuhanku yang selalu mengerti tentang keadaan, sifat, sikap dan perbuatan hambanya. Jika dibanding dengan penilaian manusia, maka Tuhanku tidak akan ada yang menandinginya. Karena Dia adalah penguasa atas segala alam ini.

Rabu, 04 Desember 2013

Bukalah matamu, karena jika kamu selalu menutupinya dengan perkara-perkara yang kurang menyehatkan untuk dipandang. Nisacaya matamu akan tambah memudar penglihatanya.


Bukalah hatimu, jangan ditutup hanya karena urusan duniawai saja. buka lebar untuk menerima kebenaran agama. Untuk merasakan indahnya Islam dan untuk mensyukuri indahnya berbagi.

Mungkin amalan kita sepanjang kita menginjakkan kaki dibumi belumlah cukup untuk ditukar dengan nikmat Allah. Namun apabila kita berhenti untuk beramal baik, maka akan memperberat timbangan amal buruk kita. Itu artinya, jurang kepedihan akan segera menimpa kita.

Kuncinya hanya dua. Mempererat hubungan vertikal kita dengan Allah dan memperbagus hubungan horisontal kita dengan makluk-Nya.

Dan sebaik-baiknya manusia adalah yang paling bermanfaat untuk manusia yang lainnya.

# Bergetarlah tatkala kumandang adzan menggema di telingamu...!!